tariqoh alawiyin

Thoriqoh Alawiyyah Kalam : Al-Imam Al-Qutub Al-Habib Abdullah bin Alawy Al-Atthas [Diambil dari kitab Al-'Alam An-Nibroos, karya Al-Habib Abdullah bin Alawy Al-Atthas] Mereka (para Saadatunal Alawiyyin) tidak membuat dirinya tercela di hadapan umum. Mereka tidak suka ditanya tentang amal perbuatan yang mereka lakukan dan mereka juga tidak suka menanyakan amal perbuatan orang lain. Jika sampai kepada mereka suatu berita bahwa seseorang dari pejabat pemerintahan berkeinginan berkunjung ke majlisnya, mereka akan menutup majlisnya itu. Jika orang-orang tersebut tiba-tiba sudah terlanjur datang di majlisnya, mereka tidak menyukainya dan akan mempersingkat majlisnya. Mereka adalah orang-orang yang berzuhud dari dunia dan kepemimpinan, bersikap qona’ah, dengan merasa cukup di dalam hal pakaian, makanan dan tempat tinggal. Mereka tidak membangun tempat tinggal kecuali yang diperlukan saja. Mereka tidak suka menerima pemberian apapun dari penguasa dan staf-stafnya, meskipun mereka sendiri memerlukannya. Bahkan mereka merasa berkecukupan dengan sepotong roti yang halal atau sebuah kurma. Jika mereka tidak mempunyainya, mereka lebih memilih berpuasa, sampai mereka mendapatkannya yang halal. Mereka tidak bergembira jika mendapatkan harta dan tidak bersedih jika kehilangan harta. Seringkali terjadi jiwa mereka merasa lega jika harta itu pergi dari mereka. Sebagian dari mereka terkadang satu dua bulan tidak makan apa-apa kecuali kurma. Terkadang mereka hidup tanpa dapat berganti-ganti pakaian dalam waktu yang panjang. Mereka tidak suka memaksa keluarganya untuk memasakkan makanan baginya. Mereka tidak pernah mengendarai kuda, tidak memakai pakaian mewah, tidak memakan makanan yang lezat, tidak duduk diatas kursi dan tidak tinggal pada bangunan yang mewah, kecuali (ya Allah, semoga saja demikian) mereka memastikannya halal. Adakalanya mereka mengenakannya jarang-jarang, atau mengenakan apa-apa yang tidak akan menjadi hisab di hadapan Allah, bahkan adakalanya juga baju yang mereka kenakan lebih mahal daripada bajunya raja-raja. Mereka tidak suka menimbun makanan, karena semata-mata ingin mengosongkan tangannya dari dunia. Terkadang sebagian dari mereka menyimpan makanan untuk kepentingan keluarganya, demi semata-mata ingin mengikuti perbuatan Nabi SAW atau juga sebagai penenang jiwanya karena rasa gelisah atau tuduhan yang adakalanya terjadi atau juga karena kuatir disangka rejekinya didapatkannya dari jalan kasyaf. Setiap dari mereka mengutamakan mencari rejeki yang halal untuk memenuhi keperluan-keperluannya. Mereka juga menafkahkan hartanya untuk memberi makan orang yang lapar, memberi pakaian orang yang tak berpakaian dan melunasi hutang orang yang tak sanggup membayar hutangnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar